Senin, 22 Februari 2010

chapter 2

2 komentar
siang itu tampak gelap gulita dengan bau hujan yang semakin merebak perlahan di udara.
habibi bersiap-siap untuk keluar, helm tertenteng di tangan kanan, dan satu helm lagi di pakainya, sepeda butut siap untuk menembus mendung untuk menjemput seseorang, seseorang yang datang dari pulau seberang, seorang sahabat karib.
"woi nyampek mana?" bertelepon si habibi dengan logat daerah yang kental.
"ya udah tunggu aja bentar udah dijalan ini" sejurus kemudian.
tidak asing bagi anak kost maupun kontrakan untuk sedikit "berbohong" dan terlambat waktu, 30 menit, itu sudah hal biasa.
gerimis tidak menghalangi si habibi untuk menjemput sahabatnya di sebuah terminal, terminal kecil yang ketika jam 11 malam tidak ada satu bis pun di terminal tersebut.,
"wah lama baanget conk" sahut seorang pria dari belakang
"maap tadi macet, hahahah" alasan yang tentu saja terasa aneh karena di malang jarang terjadi macet.
percakapan kedua sahabat ini di iringi bau bensin yang menyengat , karena terminal tersebut berdekatan dengan pom bensin. Sofyan, laki-laki putih, rambut berwarna merah pewarna rambut murah, berperawakan necis, sama sekali tidak menampakkan bahwa dia dari daerah yang selama ini dianggap hanya diisi oleh pemulung, tukang sampah, penjual sate, dan hal-hal negatif lainnya.
"berangkat jam berapa tadi?" tanya habibi sambil menggeber motorny di jalanan malang
"Jam 8an kayaknya" jawab sofyan dengan tidak yakin
"yan ikut bentar ke pasar, cari 'ikan' buat makan nanti, di kontrakan gda 'ikan'.
hal yang aneh namun sudah biasa di daerah madura, ketika menyebut 'lauk' sebagai 'ikan'
walupun tempe, ayam, tahu, tetap saja menyabutnya 'ikan'.
dengan cepat sepeda motor butut itu meluncur, melewati gerimis siang itu.
mereka pun sampai di pasar tradisional, gaya necis pun tidak menjadi halangan bagi mereka, tanah berlumpur gara-gara gerimis, dan bau pasar yang sangat khas tidak menjadi halangan bagi mereka, karena menurut anak kost tidak ada tempat sesurga pasar traditional. surga makanan marah, surga untuk yang tetap berdiri kokoh melawan pasar-pasar modern.
"enaknya nanti makan apa?" tanya habibi
"yang enak lah, tentunya bukan cuma tempe tahu" sahut sofyan
" ya udah 'ikan' ayam saja, mumpung da duit nih" balas habibi
sampailah mereka di tempat penjual ayam, dengan berharap si penjual ayam itu saudara mereka sendiri, saudara satu suku,karena dengan begitu harga barang akan turun dengan sendirinya, mengalahkan nilai tukar rupiah di tahun '98.
dengan lihainya kedua sahabat ini menawar ayam, dan juga tidak percuma bahwa kedua sahabat ini adalah mahasiswa jurusan ilmu komunikasi, ayam pun berhasil mereka beli dengan cara komunikasi yang lihai,
"mari berpesta kawan" ucap sofyan
kedua sahabat ini berangkat menuju kontrakan dengan hujan mengiringi perjalanan mereka.
 
Copyright © wanita itu , ,
Blogger Theme by BloggerThemes | Theme designed by Jakothan Sponsored by Internet Entrepreneur